Karya :
Dicky Anwar
“Reza
kamu harus jadi anak pintar dan ibu ingin supaya kamu mendapat Ranking satu
dikelas, kalau kamu masih pengen dianggep jadi anak ibu” bentak ibu kepada Reza.
Reza saat itu hanya diam tanpa berkata apapun. Setelah mendapat perkataan dari
ibunya Reza lewati hari-harinya hanya belajar dan belajar karena ia merasa
khawatir akan terusir dari rumahnya. Meskipun begitu dalam hatinya ia ragu akankah dia mendapat ranking satu
dikelasnya dan mendapat pujian dari ibunya karena memang selama ini Reza sama
sekali belum pernah mendapatkan ranking satu. Jangankan untuk bisa mendapatkan
ranking satu, masuk dalam ranking lima besar juga dia tidak pernah.
Hari ini
adalah hari sabtu yaitu hari yang paling dinanti-nanti oleh semua murid kelas V
SDN 1 Mekar Jaya tapi bagi Reza dihari ini adalah hari penentuan setelah
seminggu sebelumnya menjalankan UKK. Hati Reza menjadi pasrah, kini dia sudah
tak lagi memikirkan nasib yang akan menimpanya jika ia tak mendapat ranking
satu. Didalam kelas seketika itu juga Reza menjadi tegang, wajahnya pucat, lesu
dan matanya berkaca-kaca. “hei Reza… kenapa kamu murung?... aku tak biasanya
melihat kamu seperti ini. Ada apa dengan kamu Reza?” Tanya Deni pada Reza. “aku
tidak apa-apa. Apa yang salah denganku. Mungkin aku sedang tak enak badan”
jawab Reza. Deni yang duduknya satu meja dengan Reza merasa ada sesuatu yang
aneh pada diri Reza. Tampaknya ada sesuatu yang disembunyikan oleh Reza. Namun,
Deni tak tahu masalah apa yang sedang dialami oleh Reza yang membuatnya menjadi
pemurung.
“iyahhh…
dari tahun kemaren aku selalu saja tak pernah mendapat ranking, tapi aku naik
kelas kok walau tak mendapat ranking lima besar, coba saja lihat Rapor punyaku”
kata Deni kepada Reza. “mungkin kamu harus belajar dengan giat bila kamu ingin
masuk ranking lima besar”. Ujar Reza. “benar juga sich kata kamu Rez, aku emang
jarang belajar tapi kamu juga kan jarang belajar aku tak percaya kalau kau
dapat ranking satu. Sini aku lihat Rapor punyamu, dapat ranking berapa kamu?” pinta
Deni pada Reza. “nanti saja pasti ku beri tahu. Sekarang kamu mau ikut denganku
atau tidak?” kata Reza. “baiklah setelah itu kamu harus beri tahu ranking yang
kamu dapat dan nilai-nilai Rapormu, bagaimana?” jawab Deni. “tak masalah” kata Reza.
Akhirnya,
Reza dan Deni pulang. Tapi saat diperjalanan pulang mereka berdua melihat
atraksi doger monyet. Perjalanan pulang mereka terhenti karena ada sesuatu yang
menarik perhatian mereka berdua. Mereka sangat senang melihat pertunjukkan yang
dilakukan oleh monyet karena begitu piawai dalam menari. Sampai suatu ketika
dikala senja yang membuat bayangan mereka sudah tak terlihat lagi tapi mereka
tak juga pulang ke rumah karena mereka selalu mengikuti mamang doger monyet itu.
“Rez, waktu udah sore nih. Kita pulang yuk?... sejak dari tadi siang kita
selalu ngikutin mamang ini terus. Tapi sekarang kakiku udah cape’ banget. Kita pulang aja yuk?” kata Deni
(sambil wajahnya terlihat memelas kepada Reza). “enggak mau, kalau kamu mau
pulang yah pulang saja sendiri sana jangan ngajak-ngajak aku.” Ucap Reza. “iya
tapi kan sekarang udah sore, lagian juga mamang ini aku yakin dia akan pulang.
Anak-anak juga udah pada pulang semua. Ayo kita pulang saja” kata Deni yang
kedua kalinya. “katanya kamu mau tahu aku dapat ranking berapa dan mau tahu
nilai-nilai Raporku. Iya ikuti saja aku. Ini sok ambil sendiri di tasku” bujuk Reza
agar Deni mau bersama dengannya. “aaarrrggggghhhh…. Aku tak jadi. Lebih baik
kita pulang saja. Kalau sampai menjelang adzan maghrib tiba, tapi aku tak
kunjung pulang. Ayah dan ibuku pasti memarahiku” bentak Deni pada Reza (sambil
menarik tangan Reza). Kejadian ini sampai membuat mamang doger monyet melihat
mereka. “hei anak-anak kenapa kalian masih ada disini. Sejak dari tadi siang
kalian berdua mengikuti aku. Waktu sudah sore ayah dan ibu kalian pasti mencari
kalian. Lebih baik kalian pulang saja, sarimin juga sudah terlihat letih. Kalau
waktu sudah sore sarimin tak lagi menunjukkan atraksinya. Pulanglah kalian aku
tak mau disalahkan oleh orang tua kalian” ujar sang mamang doger monyet.
“tapi
aku ingin ikut denganmu paman, bolehkah aku dan temanku ikut paman?” pinta Reza
pada mamang doger monyet. “apa kamu bilang, kamu ingin ikut denganku. Aku saja
tunawisma, aku sendiri tak punya rumah untuk ku tinggali. Aku ini orang
peranatauan dari Cirebon. Saya sengaja datang ke Bogor Cuma untuk mencari
uang.” Ujar sang paman. Setelah berkata demikian sang paman doger monyet tadi
meninggalkannya dan tak menghiraukan keinginan mereka berdua. Berkali-kali Deni
menghadang langkah Reza didepannya tapi tetap saja Reza tak menghiraukannya. Setiap kali Deni menghadangya Reza selalu mencari
celah dan tetap mengikuti langkah paman doger monyet tersebut “Hei Reza… kau
ini anak Orang kaya. Semua yang kamu inginkan bisa kau miliki. Jika kamu ingin
punya monyet yang ahli dalam menari, kamu tinggal minta saja sama ayahmu. Pasti
kamu dikasih” bujuk Deni (berbicara dekat dengan telinga Reza). Berkali-kali Deni
membujuk Reza tapi tetap saja Reza teguh dengan pendiriannya dan tak mau
pulang. Sampai pada akhirnya Deni merasa
sudah tak berhasil membujuknya, dan Deni akhirnya ikut bersama dengan Reza.
Suatu
ketika paman doger monyet melihat Gubuk tua yang sudah terbengkalai. Mungkin
gubuk ini sudah ditinggal oleh pemiliknya atau mungkin pemiliknya sudah
meninggal lalu Gubuk ini tidak ada yang menempati. Tampak raut wajah kelelahan
dari sang paman ketika ia melepas semua peralatan doger monyet yang dipikulnya.
Tak membuang banyak waktu sang paman doger monyet pun membersihkan semua
kotoran yang ada didalamnya. Gubuk itu sebenarnya tidak terlalu luas, namun
masih layak untuk ditinggali. Tampak dari kejauhan Reza dan Deni melihat apa
yang sedang dilakukan oleh paman tadi. “Deni, benarkah ini rumah sang paman
doger monyet?... kok kotor banget yah. Kita kesana yuk ikut bersihin paman”
kata Reza pada Deni. “aku enggak mau akh masa kita harus tinggal disana, mana
rumahnya kecil jauh dari perkampungan pula. Lupakan…lupakan…lupakan aku mau pulang
saja” ucap Deni. “hah… terserah kamu. Kalau tahu jalan pulangnya tinggal pulang
saja sana. Apa kamu mau disini terus sampai malam tiba?.... awas nanti kamu
dimakan sama hantu. Hahaha” ucap Reza sambil menakut-nakuti Deni. Setelah
berkata demikian Reza berlari dan menghampiri
sang paman. “hey Reza… tungguin aku. Aku ingin ikut denganmu saja. Aku
takut disini. Jangan tinggalin aku” teriak Deni. Akhirnya mau tidak mau Deni
ikut dengan Reza. Kemudian mereka berdua bersama-sama membersihkan Gubuk itu. Deni
dan Reza membersihkan diluar, sementara paman membersihkan didalam.
setelah
pagi harinya paman doger monyet sangat terkejut melihat dua anak kecil yang
masih mengenakan tas dan seragam merah putih tertidur pulas diluar Gubuk itu.
Paman membiarkan mereka berdua tertidur. “mungkin mereka berdua sangat lelah
karena sejak kemarin siang mereka selalu mengikuti aku. sepertinya mereka juga lapar,
jadi sebaiknya aku masak saja untuk sarapan mereka berdua” ujar sang paman berkata
didalam hati. Berat hati sang paman untuk
bisa menerima kehadiran mereka berdua dikehidupannya. Dia juga sebenarnya punya
anak, tapi karena dikampungnya ia tak ada pekerjaan yang layak untuk bisa
mencukupi semua kebutuhan keluarganya. Apalagi dulu dia tidak sekolah jadi tak
memiliki ijazah untuk bisa melamar pekerjaan. Jangankan ijazah keahlian juga
tidak dimilikinya. Dulu dikampungnya dia pernah ikut bekerja dikuli bangunan,
tapi karena usianya sudah tua. Akhirnya mandornya memberhentikannya untuk
bekerja. Namun, karena ia memiliki satu ekor monyet ia berinisiatif untuk
menjadi tukang doger monyet dikampungnya. Tapi penghasilannya tetap pas-pasan,
tak juga bisa mencukupi semua kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya. Dengan
modal uang pinjaman dari saudara dikampung dan ijin dari keluarga kecilnya ia
meninggalkan kampung dan pergi merantau ke kota besar Bogor. Sebenarnya
dalamhati sang paman enggan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya. Tapi
hidup ini harus makan, karena tuhan tak akan mengubah keadaan nasib suatu kaum,
tetapi kaum itu sendirilah yang mau mengubahnya (berusaha). Yang miskin bisa
jadi kaya, karena kerja kerasnya dan yang kaya bisa jadi miskin karena malas
dan tidak bisa mengatur keuangan. Memang beginilah kehidupan, jangan pernah
salahkan siapapun, tapi cobalah untuk koreksi diri sendiri sebelum ingin
menyalahkan nasib. Seketika itu sang paman memandang wajah kedua anak kecil itu
satu persatu. Ketika itu pula ia jadi merindukan anaknya yang berada dikampung.
‘’sepertinya anak ini anak orang kaya,
tapi kenapa dia justru mengikuti aku. Mungkinkah bocah-bocah ini suka dengan
permainan sarimin, tapi kalaupun dia sangat suka dengan permainan sarimin dia
tinggal minta saja kepada orang tua untuk beli seekor monyet pasti dikasih’’
ujar sang paman bisik dalam hatinya. Kemudian sang paman pergi ke kebun mencari
buah pisang untuk memberi makan sarimin, maka ditinggalah kedua anak kecil itu.
Tak berapa lama ia begitu kaget saat menghampiri gubuk reotnya. ‘’kemana
sarimin, dan dimana kedua anak itu yang kulihat hanyalah tas yang menggelatak
di atas tanah dan kandang Sarimin yang terbuka’’ ujar sang paman. Tampak wajah
cemas terlihat dari mukanya. ‘’ayo lakukan lagi rez, ayo lagi permainan sarimin
sangat bagus. Sarimin begitu piawai dalam memegang payung kecil itu’’ kata Deni.
Terdengar suara anak-anak yang begitu bergembira di belakang gubuk dan segara
sang Paman menghampirinya. Hatinya kembali tenang ketika kedua anak itu dan
Sarimin sedang bermain bersama. ‘’hey, anak-anak Sarimin pasti kelelahan karena
belum makan. Nanti saja bermainnya Sarimin harus di kasih makan dulu’’ kata
sang paman. ‘’aku udah ngasih Sarimin Roti paman, dan roti itu aku beli kemarin
saat aku pulang sekolah dan ku lihat juga Sarimin sangat lahap memakannya’’
kata Reza. ‘’ya syukurlah kalau begitu, ini paman bawakan kalian pisang, paman
dapat dari kebun ayo dimakan mungkin
kalian lapar, karena sejak kemarin siang kalian mengikuti aku’’ ujar sang
Paman. Kemudian Paman, Reza, Deni, dan Sarimin memakan pisang yang dibawakan
paman.
Satu
minggu kemudian, ‘’Pah, ini sudah seminggu tapi Reza belum pulang juga.
Nampaknya Reza diculik pah, bagaimana kalau kita lapor Polisi saja, Mamah cemas
dengan Reza. Bagaimana kalau Reza nanti diculik dan disuruh jadi pengemis atau Reza
dijual ke luar negeri?’’ kata Aeni Mamah Reza. ‘’sudah tenang mah, papah
secepat mungkin akan melapor ke Polisi dan membuat poster anak hilang mungkin
dengan begitu Reza akan mudah ditemukan’’. Jawab Yanto ayah Reza.
Dua hari
kemudian, Reza terkena demam sang Paman segera memasak air hangat dan berharap Reza
secepatnya akan segera sembuh. ‘’Deni kamu tunggu disini saja Paman akan pergi
ke puskesmas untuk beli obat Paman minta kamu jaga Reza dan Sarimin’’ pinta
sang Paman. ‘’baiklah paman’’ ujar Deni.
Perjalan
menuju puskemas memang cukup jauh ditambah ia belum mengenal sepenuhnya tentang
Desa ini, hanya tanya sana sini untuk menuju ke puskemas. Dan juga ia harus
menunggu antrian yang lama untuk bisa membeli obat. Satu jam kemudian, paman
tiba digubuknya.
Entah
kenapa pria tua itu sangat menyayangi kedua anak ini, mungkin karena keberadaan
anak ini mengisi kekosongan hidupnya. Ia juga rela mengeluarkan sejumlah rupiah
untuk memberi makan anak-anak dan untuk membelikannya obat. Mungkin bagi sang
paman Rupiah sebanyak apapun tidak ada harganya, bila dibandingkan dengan
kebahagiaan. Semenjak kehadiran anak-anak tampak tak ada lagi kesedihan diwajah
pria tua itu.
Reza pun
sudah mulai sembuh dan bisa bermain lagi seperti biasanya. Rasa lelah dan cemas
sang paman terbayar sudah. Kini pria tua itu membaringkan tubuhnya diatas bale
yang terbuat dari bambu dan hendak memajamkan matanya. ‘’Rez..Reza ayo kesini.
Ada sesuatu yang ingin ku beri tahukan padamu’’ kata Deni. ‘’tidak mau aku
sedang bermain dengan Sarimin, kamu gangguin aku saja’’ jawab Reza. ‘’tapi ini penting
Rez, wajah kita berdua ada di Koran’’ ujar Deni. ‘’apa kamu bilang’’ Tanya Reza.
‘’iya wajah kita ada di koran’’ jawab Deni. “kamu benar, ini memang kita
berdua” kata Reza. Ternyata pembicaraan mereka terdengar sang paman. Saat itu
pula sang paman menghampiri mereka berdua, pria tua itu mendapati mereka tengah
membaca Koran dan ternyata keberadaan sang paman diketahui oleh Deni dan Reza.
Seketika itu Deni menyembunyikan Koran bungkus obat yang dibawa oleh paman dari
puskemas ‘’kenapa kalian ribut anak-anak, apa itu yang ada di belakang tanganmu
Deni?” tanya
sang paman. Mereka berdua menjadi gugup, mau
tak mau mereka harus memberikan Koran bungkus obat yang didapat paman dari
Puskemas. ‘’iya ini hanya Koran yang paman bawa dari puskemas itu” kata Deni kepada
paman. ‘’oh, ternyata kalian meributkan Koran yah. Aku kira ada apa, tapi
sayang saja paman tak bisa baca Koran, memang dulu paman tak pernah duduk dibangku
sekolah. Memangnya hari ini ada berita apa anak-anak?” tanya sang paman.
Tampaknya Reza dan Deni menjadi tenang. Awalnya mereka pikir akan ketahuan oleh
paman. “hari ini ada berita pertandingan sepak bola, maukah saya bacakan
beritanya paman?” jawab Deni sambil membalikan posisi Koran. “oh… tidak usah,
kebetulan saya tidak terlalu senang dengan sepak bola’’ balas sang paman.
Berhari-hari
kemudian seluruh warga di kampung sukasari tahu bahwa digubuk tua itu terdapat
penghuni yang selama ini dicari-cari oleh polisi. Dengan segera kepala desa
sukasari melaporkannya kepada Polisi. Keesokan harinya tepat pukul 06.15 wib Deni
yang bangun tidur duluan mencoba mengintip suasana diluar gubuk. Tampaknya Deni
melihat seseorang berpakaian Coklat bersembunyi dibalik pepohonan membawa
senjata laras panjang mengitari Gubuk yang jaraknya hanya 10 meter dari gubuk.
Dia sangat ketakuatan dan berusaha membangunkan Reza. Dor terdengar suara
tembakan dari luar gubuk yang membangunkan pria tua itu. Ternyata memang benar
Gubuk mereka tengah dikepung oleh Polisi. “tiarap anak-anak banyak orang jahat
diluar Gubuk” kata sang paman. Dor…dor…dor… tembakan itu dilakukan berulang
kali. ‘’hek..hek..hek” terdengar suara sarimin yang merasa ketakutan mendengar
suara tembakan. “siapa didalam, gubuk ini sudah kami kepung, kalian semua tidak
akan bisa kabur” bentak seorang Polisi. “Den, bagimana ini aku takut, aku mau
pulang. Ohh ibu ayah kalian dimana?” bisik Reza pada Deni sambil menangis.
“Tenang anak-anak selagi ada paman kalian tidak akan apa-apa” balas paman. Dor…dor…dor
“hey… siapa itu.” bentak kedua kalinya oleh Polisi sambil menembakan ke arah
Gubuk. “aku sukiman” jawab paman. “apakah kamu yang menyandra kedua bocah yang
masih SD itu” bentak Polisi. “tidak, aku tidak menyandra anak-anak mereka
sendiri yang mengikuti aku” jawab lagi oleh sang Paman. “kamu bohong, kamu
telah membawa anak-anak. Gubuk ini sudah kami kepung. Selain kamu siapa lagi
yang ada didalam” ujar Polisi. “Cuma berempat. Saya dan dua orang anak, dan
satunya Sarimin dia seekor monyet”. Jawab sang Paman dengan rasa takut. “ayo
keluar dan angkat tangan kalian” kata Polisi. Aeni ibunda Reza yang kenal betul dengan
sepatu milik anaknya yang tengah dijemur diatas Gubuk mencoba berlari ke arah
Gubuk. “Reza, ini mamah sayaaang” ujar Aeni ibu Reza. “Rez, bukankah itu mamah
kamu” ujar Deni. Seketika itu Reza berusaha keluar dari gubuk dan memeluk erat
ibunya. Banyak yang melihat kejadian ini termasuk Pria tua penghuni Gubuk itu. Terlihat
jelas rasa kasih sayang seorang Ibu pada anaknya. Mungkin karena selama ini
berminggu minggu telah kehilangan anaknya. “Reza kenapa kamu ada disini sayang,
kamu tau mamah cemas sekali kamu tak pulang-pulang” Tanya Aeni sambil memeluk
erat anaknya. “aku tak mendapat Ranking satu mah, aku takut mamah marah sama Reza”
jawab Reza. “oh, karena itukah kamu meninggalkan rumah, kamu tau sayang.
Kakakmu Deva selalu mendapat rangking satu karena rajin belajar, mamah ingin
kamu seperti kakakmu yang rajin belajar supaya kamu menjadi anak yang
berprestasi, kalaupun kamu tak mendapat Rangking satu itu juga tak mengapa buat
mamah, asalkan kamu rajin belajar saja itu yang membuat mamah jadi seneng” kata
Aeni. “iya, mah sekarang, Reza janji bakalan Rajin Belajar supaya nanti Reza
bisa diterima di SMP Negeri 1”ujar Reza. Seketika itu ayah Reza dan seluruh
anggota Polisi datang menghampiri Reza dan Aeni. Reza menjelaskan semuanya
perihal dirinya selama ini tak pernah pulang ke rumah. ‘’oh, jadi bapak selama
ini yang telah merawat anak kami, saya mengucapkan terima kasih banyak kepada
bapak. Kalau bapak mau mari ikut kami ke Kota saya akan memberikan rumah yang
lebih baik daripada Gubuk reot ini.’’ Bujuk Yanto ayah Reza kepada sang Paman
doger monyet. ‘’oh tidak usah pak, saya juga rencananya akan pergi meninggalkan
Gubuk ini. Saya senang Reza bisa bersama kedua orang tuanya kembali.’’ jawab
sang Paman Doger monyet.
Setelah
menolak tawaran dari Yanto ayah Reza untuk dibelikan rumah, kemudian Pria tua
itu memikul peralatan dan pergi tanpa menoleh ke belakang meninggalkan mereka
dan Gubuk tua itu. SEKIAN…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar