2.
Pattimura angkat senjata
Maluku dengan rempah-rempahnya memang bagaikan” mutiara
dari timur “, yang senantiasa di buru oleh orang-orang barat. Namun kekuasaan orang-orang barat telah merusak tata
ekonomi dan pola perdagangan bebas yang telah lama berkembang di nusantara.
Pada masa pemerintahan inggris di bawah raffles keadaan Maluku relatif lebih tenang karena Inggris bersedia membayar hasil bumi rakyat maluku.
Kegiatan kerja rodi mulai di kurangi. Bahkan para pemuda maluku juga diberi
kesempatan untuk bekerja pada dinas angkatan perang Inggris. Tetapi pada masa pemerintahan kolonial hindia
belanda, keadaan kembali berubah. Kegiatan monopoli di Maluku kembali di perketat. Dengan demikian beban rakyat
semakin berat. Sebab selain penyerahan wajib, masih juga harus dikenai
kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng, dan koki. Kalau ada
penduduk yang melanggar akan ditindak
tegas. Di tambah lagi terdengar desas desus
bahwa para guru akan diberhentikan untuk penghematan, para pemuda akan
dikumpulkan akan di jadikan tentara di luar maluku,
ditambah
dengan sikap arogan residen saparua. Hal ini sangat mengecewakan rakyat Maluku.
Sumber; jejak-jejak pahlawan: dari
Sultan agung hingga hamengkubuwono
IX 1992.
Gambar 2.14 Pattimura
Menanggapi kondisi yang demikian para tokoh dan pemuda maluku melakukan
serangkaian pertemuan rahasia. Sebagai contoh
telah diadakan pertemukan rahasia
di pulau Haruku, pulau yang
dihuni orang-orang islam. Selanjutnya pada tanggal 14 mei 1817 di pulau saparua
( pulau yang di huni orang-orang kristen ) kembali di adakan pertemuan disebuah
tempat yang sering disebut Hutan Kayu putih. Dalam berbagai pertemuan itu disimpulkan bahwa
rakyat maluku tidak ingin terus menderita dibawah keserakahan dan kekejaman belanda. Oleh karena itu, perlu
mengadakan perlawanan untuk menentang kebijakan belanda. Residen saparua harus
di bunuh. Sebagai pemimpin perlawanan dipercayakan kepada pemuda yang bernama
thomas matulessy yang kemudian terkenal
dengan gelarnya Patimura. Thomas matulesy pernah bekerja pada dinas angkatan perang inggris.
Gerakan perlawanan dimulai dengan
menghancurkan kapal-kapal belanda di
pelabuhan. Para pejuang maluku kemudian menuju benteng duurtstede. Ternyata
di benteng itu sudah berkumpul pasukan
belanda. Dengan demikian terjadilah pertempuran antara para pejuang maluku
melawan pasukan Belanda. Belanda
waktu itu dipimpin oleh presiden van den berg. Sementara dari pihak para
pejuang kecuali Pattimura juga tampil tokoh-tokoh seperti Christina Martha Tiahahu, Thomas Pattiwail, dan Lucas Latumahina. Para pejuang maluku dengan sekuat tenaga mengepung benteng duurstede,dan
tidak begitu menghiraukan tembakan-tembakan meriam yang dimuntahkan oleh
serdadu belanda dari dalam benteng. Sementara senjata para pejuang maluku masih
sederhana seperti pedang dan keris. Dalam waktu yang hampir bersamaan para
pejuang maluku satu persatu dapat memanjat dan masuk kedalam benteng. Residen
dapat dibunuh dan benteng duurstede dapat dikuasai oleh para pejuang maluku.
Jatuhnya benteng duurstede telah menambah semangat juang para pemuda maluku untuk terus berjuang dan
melawan Belanda.
Belanda kemudian mendatangkan bantuan dari Ambon. Datanglah 300 prajurit yang dipimpin oleh
mayor beetjes. Pasukan
ini dikawal oleh dua kapal perang yakni kapal Nassau dan kapal Evertsen. Namun
bantuan ini dapat digagalkan oleh pasukan Pattimura, bahkan mayor Beetjes terbunuh. Kembali
kemenangan ini semakin menggelorakan perjuangan para pejuang diberbagai tempat
seperti di Seram, Hitu, Maluku,dan Larike. Selanjutnya pattimura memusatkan perhatian untuk
menyerang benteng zeenlandia dipulau Haruku. Melihat
gelagat Pattimura itu maka
pasukan belanda dibenteng ini dipekuat oleh komandannya groot. Patroli juga
terus dirketat. Oleh karena itu, Pattimura gagal menembus benteng Zeelandia. Upaya perundingan mulai
ditawarkan, tetapi tidak ada kesepakatan. Akhirnya belanda mengerahkan semua
kekuatannya termasuk bantuan dari Batavia untuk
merebut kembali benteng Duurstede. Agustus
1817 saparua diblokade,
benteng duurstede dikepung yang disertai tembakan meriam yang bertubi-tubi.
Sumber; jejak-jejak pahlawan: dari
Sultan agung hingga hamengkubuwono
IX 1992.
Gambar 2.15 Christina Marta Tiahahu.
Satu-persatu perlawanan diluar benteng dapat dipatahkan. Daerah di kepulauan
itu jatuh kembali ke tangan Belanda. Dalam
kondisi yang demikian itu Pattimura
memerintahkan pasukannya meloloskan diri dan meninggalkan tempat pertahanannya.
Dengan demikian benteng Duurstede berhasil
dikuasai Belanda kembali.
Pattimura dan pengikutnya terus melawan dengan gerilya. Tetapi bulan November beberapa
pembantu Pattimura
tertangkap seperti Kapitten Paulus Tiahahu
(ayah Christina Marta Tiahahu) yang kemudian dijatuhi
hukuman mati. Mendengar peristiwa ini Christina Martha Tiahahu marah dan segera pergi ke hutan untuk bergerilya.
Belanda belum puas sebelum dapat menangkap Pattimura. Bahkan
belanda mengumumkan kepada siapa saja yang dapat menangkap pattimura akan
diberi 1.000 gulden. Setalah enam bulan memimpin perlawanan, akhirnya Pattimura tertangkap. Tepat pada tanggal 16 desember 1817
Pattimura dihukum gantung di alun-alun kota Ambon. Christina
Martha Tiahahu yang berusaha melanjutkan perang gerilya akhinya juga
tertangkap. Ia tidak dihukum mati tetapi bersama 39 orang lainnya dibuang ke
jawa sebagai pekerja rodi. Di dalam kapal Christina
Martha Tiahahu tidak mau makan dan buka mulut. Ia jatuh sakit dan meninggal
pada tanggal 2 Januari 1818.
Jenazahnya dibuang ke laut antara pulau
Buru dan pulau Tiga. Dengan itu berakhirlah perlawanan Pattimura.
Kelompok
2:
1.Dicky
anwar 2.Ajeng Maulidya
3.Sri
wahyuni 4.Engkus kusswara
5.Sri
Ulfa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar